Tahukah Kamu Salak Nglumut, Si Ikon Khas Magelang
Kabupaten Magelang selain terkenal sebagai daerah terletaknya candi terbesar di dunia, Candi Borobudur, juga terkenal sebagai daerah penghasil buah salak. Salak yang menjadi komoditas produksi buah terbesar di Kabupaten Magelang juga sebagai simbol khas daerah Kabupaten Magelang.
Hampir semua kecamatan di Kabupaten Magelang memproduksi salak. Menurut data BPS Kabupaten Magelang, dari 21 kecamatan yang ada hanya terdapat 2 kecamatan yang tercatat tidak menanam dan memproduksi buah salak, yaitu Kecamatan Pakis dan Ngablak. Sementara Kecamatan Srumbung menjadi daerah sentra produksi salak di Kabupaten Magelang. Produksi salak tahun 2017 di Kecamatan Srumbung bahkan mencapai 55.431 ton, atau sekitar 75.87% dari total produksi salak di Kabupaten Magelang sebesar 73.057,9 ton.
Letak Kecamatan Srumbung yang berada di lereng Gunung Merapi dengan kondisi tanah yang mengandung banyak bahan organik, mampu menyimpan air tanpa mudah menggenang, dan tingkat keasaman tanah yang netral sangat mendukung untuk budidaya salak. Selain itu, ketinggian tanah yang berada pada 501 mdpl sesuai dengan ketinggian tanah untuk tanaman salak dapat berbuah.

Buah salak asal Kecamatan Srumbung ini juga dikenal dengan nama ‘salak nglumut’. Dinamakan salak nglumut karena tumbuh di Desa Nglumut. Sedangkan di Kecamatan Srumbung ini ada banyak jenis salak yang dibudidayakan, diantaranya yaitu salak madu, salak pondoh, salak gula pasir, dan salak jawa. Tetapi salak nglumut ini lebih dikenal juga dengan salak pondok super. Karena jenis buah salak yang paling banyak dibudidayakan petani di Kecamatan Srumbung adalah salak pondoh, bukan salak gula pasir atau salak madu yang memiliki rasa sangat manis. Sudiyino, salah satu petani salak di Srumbung mengaku bahwa ia hanya membudidayakan salak pondoh saja. Alasannya karena harga bibitnya lebih murah dan salak pondoh sendiri yang lebih dikenal sebagai buah khas Magelang dan juga yang paling banyak dicari konsumen karena rasanya yang cukup manis dan harganya murah.
Perawatan pohon salak sendiri juga sebenarnya tidak terlalu berbeda antar jenisnya. Namun untuk jenis salak madu dan gula pasir memang lebih mudah diserang hama karena rasanya yang sangat manis. “Hama yang pasti menyerang itu tikus, suka menggerogoti buahnya.” Ujar Sudiyono.
Untuk pemasaran salak nglumut tidak hanya di sekitar Magelang atau ke luar kota saja, bahkan sudah banyak petani salak nglumut ini mengekspor ke luar negeri. Seperti Sudiyono, dia bahkan mengeksporkan hasil perkebunannya itu sampai ke Kamboja dan Singapura. Salak yang diekspor tentunya juga dipilih yang tidak ada cacatnya dan berukuran besar, yaitu antara 6-8 cm. Untuk harga jual antara salak yang diekspor dengan yang dijual ke pasar lokal juga berbeda. Harga jual salak nglumut ekspor dari petani bisa mencapai Rp. 6.000 sampai dengan Rp. 8.000 per kilonya dan dan harga pemasaran lokal antara Rp. 3000 sampai dengan Rp. 6000 per kilonya. Namun ketika musim kemarau datang, produksi buah salak biasanya akan menurun dan harga salak akan naik. Harga salak nglumut ekspor dari petani bahkan bisa mencapai Rp. 10.000 per kilonya dan untuk pemasaran lokal bisa mencapai Rp. 8000 per kilonya.
Pemasaran lokal buah salak nglumut biasanya memasok ke Sleman atau ke pasar-pasar lokal dan tempat wisata di sekitar Magelang. Salah satu tempat wisata di Magelang yang banyak menjual buah salak nglumut yaitu wisata religi Gunungpring. Di tempat wisata religi Gunungpring ini ada banyak penjual yang menjual buah salak nglumut atau salak pondoh. Banyak wisatawan dari luar Magelang atau bahkan luar Pulau Jawa yang memilih buah salak ini sebagai buah tangan khas dari Magelang.