Mengenang Sejarah Kota Magelang Melalui Prosesi Grebeg Gethuk
Tradisi yang selalu dinantikan masyarakat Magelang untuk mengenang Sejarah Kota Magelang adalah Prosesi Grebeg Gethuk. Ribuan warga magelang berkumpul di Alun Alun Kota Magelang untuk mengikuti prosesi Grebeg Gethuk yang biasanya digelar pada puncak perayaan Hari Ulang Tahun Kota Magelang.
Pada perayaan HUT Magelang tahun ini yang ke 1.111 tahun, Dua gunungan yang disusun atas ribuan gethuk menjadi ikon utama tradisi ini. Gethuk adalah makanan terbuat dari singkong khas dari Kota Magelang. Tradisi Grebeg Gethuk mirip dengan tradisi Grebeg yang ada di Solo dan Yogyakarta.
Tujuan & Prosesi Grebeg Gethuk Magelang
Tujuan Tradisi Grebeg Gethuk yaitu untuk mengenang catatan singkat bagaimana Kota Magelang berdiri ribuan tahun silam.
Prosesi diawali dengan iring-iringan Wali Kota Magelang, Sigit Widyonindito, dan sejumlah pejabat daerah setempat, menaiki kereta kencana. Selanjutnya mereka berkumpul di panggung di tengah Alun-alun bersama warga.
Lalu, prosesi kirab 17 gunungan palawija dan potensi dari 17 kelurahan di Kota Magelang. Kirab ini diringi penampilan seni tari untuk menarik dewan juri yang menilainya. Secara historis, kirab gunungan palawija ini merupakan simbol persembahan atau upeti rakyat kepada pemimpin.
Usai kirab, digelar upacara yang dipimpin langsung oleh Wali Kota Sigit Widyonindito. Pesertanya adalah ratusan perwakilan warga dan pejabat yang seluruhnya mengenakan busana adat jawa, termasuk aba-aba yang dipakai juga Bahasa Jawa.
Proses dilanjutkan dengan tarian kolosal “Babad Mahardika” oleh 200 pelajar dan seniman Magelang.
Tari yang dimainkan dengan atraktif itu menceritakan tentang sejarah Kota Magelang. Ada bermacam tarian , yakni tari kerakyatan, ritual, rampok, dan tari prajurit.
Sejarah dimulai ketika banyak musuh luar menyerbu untuk menguasai Magelang. Wilayah ini dahulu dikenal dengan wilayah “transit” orang-orang luar Magelang yang hendak beribadah di dataran tinggi atau puncak gunung-gunung yang mengelilingi Magelang.
Dari aktivitas itu tejadilah akulturasi perdagangan, budaya, sosial dan sebagainya. Singkat cerita, raja Diah Balitung, penguasa pulau Jawa kala itu, memberikan perdikan (kemerdekaan) kepada rakyat.
Mereka pun menyambutnya dengan suka cita. Sejarah Kota Magelang ini tertulis dalam prasasti Poh, juga prasasti Mantiasih yang kini menjadi kampung Meteseh, Kota Magelang. Grebeg Gethuk ini selain sebagai wujud sukacita, Tradisi ini juga menciptakan kesadaran kebudayaan generasi sekarang.
Sigit Widyonindito, mantan Wali Kota Magelang, menyambut gembira dengan antusias masyarakat yang selalu tinggi terhadap tradisi ini. Mereka ikut terlibat dalam rangkaian grebeg gethuk setiap tahun.
Partisipasi masyarakat luar biasa. Acara ini didukung banyak pihak, seperti seniman, sekolah, instansi swasta, dan masih banyak pihak lagi. Selalu ada suasana yang berbeda tiap tahunnya saat prosesi grebeg gethuk dilaksanakan.